Pages

Senin, 30 September 2013

Kisah Istri Sholehah




Seorang istri menceritakan kisah suaminya pada tahun 1415 H, ia berkata :

Suamiku adalah seorang pemuda yang gagah, semangat, rajin, tampan, berakhlak mulia, taat beragama, dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Ia menikahiku pada tahun 1390 H. Aku tinggal bersamanya (di kota Riyadh) di rumah ayahnya sebagaimana tradisi keluarga-keluarga Arab Saudi. Aku takjub dan kagum dengan baktinya kepada kedua orang tuanya. Aku bersyukur dan memuji Allah yang telah menganugerahkan kepadaku suamiku ini. Kamipun dikaruniai seorang putri setelah setahun pernikahan kami.

Lalu suamiku pindah kerjaan di daerah timur Arab Saudi. Sehingga ia berangkat kerja selama seminggu (di tempat kerjanya) dan pulang tinggal bersama kami seminggu. Hingga akhirnya setelah 3 tahun, dan putriku telah berusia 4 tahun… Pada suatu hari yaitu tanggal 9 Ramadhan tahun 1395 H tatkala ia dalam perjalanan dari kota kerjanya menuju rumah kami di Riyadh ia mengalami kecelakaan, mobilnya terbalik. Akibatnya ia dimasukkan ke Rumah Sakit, ia dalam keadaan koma. Setelah itu para dokter spesialis mengabarkan kepada kami bahwasanya ia mengalami kelumpuhan otak. 95 persen organ otaknya telah rusak. Kejadian ini sangatlah menyedihkan kami, terlebih lagi kedua orang tuanya lanjut usia. Dan semakin menambah kesedihanku adalah pertanyaan putri kami (Asmaa') tentang ayahnya yang sangat ia rindukan kedatangannya. Ayahnya telah berjanji membelikan mainan yang disenanginya…

Kami senantiasa bergantian menjenguknya di Rumah Sakit, dan ia tetap dalam kondisinya, tidak ada perubahan sama sekali. Setelah lima tahun berlalu, sebagian orang menyarankan kepadaku agar aku cerai darinya melalui pengadilan, karena suamiku telah mati otaknya, dan tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya. Yang berfatwa demikian sebagian syaikh -aku tidak ingat lagi nama mereka- yaitu bolehnya aku cerai dari suamiku jika memang benar otaknya telah mati. Akan tetapi aku menolaknya, benar-benar aku menolak anjuran tersebut.

Aku tidak akan cerai darinya selama ia masih ada di atas muka bumi ini. Ia dikuburkan sebagaimana mayat-mayat yang lain atau mereka membiarkannya tetap menjadi suamiku hingga Allah melakukan apa yang Allah kehendaki.

Akupun memfokuskan konsentrasiku untuk mentarbiyah putri kecilku. Aku memasukannya ke sekolah tahfiz al-Quran hingga akhirnya iapun menghafal al-Qur'an padahal umurnya kurang dari 10 tahun. Dan aku telah mengabarkannya tentang kondisi ayahnya yang sesungguhnya. Putriku terkadang menangis tatkala mengingat ayahnya, dan terkadang hanya diam membisu.

Putriku adalah seorang yang taat beragama, ia senantiasa sholat pada waktunya, ia sholat di penghujung malam padahal sejak umurnya belum 7 tahun. Aku memuji Allah yang telah memberi taufiq kepadaku dalam mentarbiyah putriku, demikian juga neneknya yang sangat sayang dan dekat dengannya, demikian juga kakeknya rahimahullah.

Putriku pergi bersamaku untuk menjenguk ayahnya, ia meruqyah ayahnya, dan juga bersedekah untuk kesembuhan ayahnya.
Pada suatu hari di tahun 1410 H, putriku berkata kepadaku : Ummi biarkanlah aku malam ini tidur bersama ayahku...
Setelah keraguan menyelimutiku akhirnya akupun mengizinkannya.

Putriku bercerita :

Aku duduk di samping ayah, aku membaca surat Al-Baqoroh hingga selesai. Lalu rasa kantukpun menguasaiku, akupun tertidur. Aku mendapati seakan-akan ada ketenangan dalam hatiku, akupun bangun dari tidurku lalu aku berwudhu dan sholat –sesuai yang Allah tetapkan untukku-.

Lalu sekali lagi akupun dikuasai oleh rasa kantuk, sedangkan aku masih di tempat sholatku. Seakan-akan ada seseorang yang berkata kepadaku, "Bangunlah…!!, bagaimana engkau tidur sementara Ar-Rohmaan (Allah) terjaga??, bagaimana engkau tidur sementara ini adalah waktu dikabulkannya doa, Allah tidak akan menolak doa seorang hamba di waktu ini??"

Akupun bangun…seakan-akan aku mengingat sesuatu yang terlupakan…lalu akupun mengangkat kedua tanganku (untuk berdoa), dan aku memandangi ayahku –sementara kedua mataku berlinang air mata-. Aku berkata dalam do'aku, "Yaa Robku, Yaa Hayyu (Yang Maha Hidup)…Yaa 'Adziim (Yang Maha Agung).., Yaa Jabbaar (Yang Maha Kuasa)…, Yaa Kabiir (Yang Maha Besar)…, Yaa Mut'aal (Yang Maha Tinggi)…, Yaa Rohmaan (Yang Maha Pengasih)…, Yaa Rohiim (Yang Maha Penyayang)…, ini adalah ayahku, seorang hamba dari hamba-hambaMu, ia telah ditimpa penderitaan dan kami telah bersabar, kami Memuji Engkau…, kemi beriman dengan keputusan dan ketetapanMu baginya…

Ya Allah…, sesungguhnya ia berada dibawah kehendakMu dan kasih sayangMu.., Wahai Engkau yang telah menyembuhkan nabi Ayyub dari penderitaannya, dan telah mengembalikan nabi Musa kepada ibunya…Yang telah menyelamatkan Nabi Yuunus dari perut ikan paus, Engkau Yang telah menjadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Nabi Ibrahim…sembuhkanlah ayahku dari penderitaannya…

Ya Allah…sesungguhnya mereka telah menyangka bahwasanya ia tidak mungkin lagi sembuh…Ya Allah milikMu-lah kekuasaan dan keagungan, sayangilah ayahku, angkatlah penderitaannya…"

Lalu rasa kantukpun menguasaiku, hingga akupun tertidur sebelum subuh.

Tiba-tiba ada suara lirih menyeru.., "Siapa engkau?, apa yang kau lakukan di sini?". Akupun bangun karena suara tersebut, lalu aku menengok ke kanan dan ke kiri, namun aku tidak melihat seorangpun. Lalu aku kembali lagi melihat ke kanan dan ke kiri…, ternyata yang bersuara tersebut adalah ayahku…

Maka akupun tak kuasa menahan diriku, lalu akupun bangun dan memeluknya karena gembira dan bahagia…, sementara ayahku berusaha menjauhkan aku darinya dan beristighfar. Ia barkata, "Ittaqillah…(Takutlah engkau kepada Allah….), engkau tidak halal bagiku…!". Maka aku berkata kepadanya, "Aku ini putrimu Asmaa'". Maka ayahkupun terdiam. Lalu akupun keluar untuk segera mengabarkan para dokter. Merekapun segera datang, tatkala mereka melihat apa yang terjadi merekapun keheranan.

Salah seorang dokter Amerika berkata –dengan bahasa Arab yang tidak fasih- : "Subhaanallahu…". Dokter yang lain dari Mesir berkata, "Maha suci Allah Yang telah menghidupkan kembali tulang belulang yang telah kering…". Sementara ayahku tidak mengetahui apa yang telah terjadi, hingga akhirnya kami mengabarkan kepadanya. Iapun menangis…dan berkata, اللهُ خُيْرًا حًافِظًا وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِيْنَ Sungguh Allah adalah Penjaga Yang terbaik, dan Dialah yang Melindungi orang-orang sholeh…, demi Allah tidak ada yang kuingat sebelum kecelakaan kecuali sebelum terjadinya kecelakaan aku berniat untuk berhenti melaksanakan sholat dhuha, aku tidak tahu apakah aku jadi mengerjakan sholat duha atau tidak..??

Sang istri berkata : Maka suamiku Abu Asmaa' akhirnya kembali lagi bagi kami sebagaimana biasnya yang aku mengenalinya, sementara usianya hampir 46 tahun. Lalu setelah itu kamipun dianugerahi seorang putra, Alhamdulillah sekarang umurnya sudah mulai masuk tahun kedua. Maha suci Allah Yang telah mengembalikan suamiku setelah 15 tahun…, Yang telah menjaga putrinya…, Yang telah memberi taufiq kepadaku dan menganugerahkan keikhlasan bagiku hingga bisa menjadi istri yang baik bagi suamiku…meskipun ia dalam keadaan koma…

Maka janganlah sekali-kali kalian meninggalkan do'a…, sesungguhnya tidak ada yang menolak qodoo' kecuali do'a…barang siapa yang menjaga syari'at Allah maka Allah akan menjaganya.

Jangan lupa juga untuk berbakti kepada kedua orang tua… dan hendaknya kita ingat bahwasanya di tangan Allah lah pengaturan segala sesuatu…di tanganNya lah segala taqdir, tidak ada seorangpun selainNya yang ikut mengatur…

Ini adalah kisahku sebagai 'ibroh (pelajaran), semoga Allah menjadikan kisah ini bermanfaat bagi orang-orang yang merasa bahwa seluruh jalan telah tertutup, dan penderitaan telah menyelimutinya, sebab-sebab dan pintu-pintu keselamatan telah tertutup…

Maka ketuklah pintu langit dengan do'a, dan yakinlah dengan pengabulan Allah….
Demikianlah….Alhamdulillahi Robbil 'Aaalamiin

Janganlah pernah putus asa…jika Tuhanmu adalah Allah…
Cukup ketuklah pintunya dengan doamu yang tulus…
Hiaslah do'amu dengan berhusnudzon kepada Allah Yang Maha Suci
Lalu yakinlah dengan pertolongan yang dekat dariNya…

(sumber : http://www.muslm.org/vb/archive/index.php/t-416953.html , Diterjemahkan oleh Firanda Andirja)

Sabtu, 21 September 2013

Resep Suami Atau Istri Setia




Dia Lagi Dia Lagi. Bosan, Sudah Tidak Menarik, pingin yang lebih muda, keren, ....dst.

Itu mungkin ucapan atau perasaan yang dipendam oleh sebagian suami atau sebagian istri tentang pasangannya.

Anda bisa bayangkan, betapa berat derita orang yang tersiksa oleh perasaan tersebut.

Semoga saja anda tidak termasuk orang yang menderita karena memendam perasaan tersebut.

Namun pernahkah anda berpikir,mengapa ucapan atau perasaan itu bisa muncul?

Menurut hemat saya paling kurang ada 3 alasan utama yang menyebabkan datangnya perasaan tersebut:

1) Ego pribadi dengan merasa dirinya sempurna dan tidak membosankan. Bahkan betapa banyak orang yang merasa bahwa dirinya semakin sempurna, karena uang semakin melimpah,karir melejit, dan sanjungan bertumpuk, akibatnya merasa bahwa dirinya LAKER ( laku keras).

Semua itu terjadi Tanpa peduli dengan segala kekurangan dirinya dan kelebihan, pengorbanan dan kesetiaan pasangannya.

Sebagaimana hal itu terjadi tanpa pernah berpikir betapa sakit perasaan dirinya bila ternyata pasangannyalah yang merasakan hal itu.

2) Belenggu setan yang telah menjerat hati, akibat pandangan mata yang diumbar, pergaulan liar.

3) Khayalan palsu bahwa WIL/PIL memiliki samudara rasa yang tidak dimiliki oleh pasangannya. Padahal faktanya sama rasa walau beda selera. Simaklah patuah bijak Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkut:

«مَنْ رَأَى مِنْكُمُ امْرَأَةً فَأَعْجَبَتْهُ، فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَلْيُوَاقِعْهَا، فَإِنَّ مَا مَعَهَا مِثْلُ الَّذِي مَعَهَا»

Barang siapa dari kalian melihat wanita yang menakjubkanmu maka segeralah engkau mendatangi istrimu lalu gaulilah dia, karena istrimu memiliki semua apa yang dimiliki oleh wanita itu.( At atirmizy dan lainnya)




By: Ust. Dr Muhammad Arifin Badri


RESEP BANDENG BUMBU BALI



Lupa dari mana resep ini ditulis.. sudah beberapa kali mencoba resep ini saat ada stok bandeng di rumah...  

Resep Bandeng bumbu bali berikut, rasanya cukup menggoyang lidah... ^_^






Kamis, 19 September 2013

Anty Perempuan dari Titik Nol





Anty lahir dari keluarga kaya, tetapi besar di panti asuhan. Ia belajar kehidupan dari titik nol. Ketika kesuksesan kini dalam genggaman, ia menyadari bahwa uang bukanlah segalanya.

Tanggal 22 Juli 1988 adalah hari yang selalu mengakar dalam ingatan Marianty Indira (35), akrab dipanggil Anty. Di hari itu, sang ibu yang sudah bertahun-tahun menderita kanker meninggal, di saat Anty berusia 10 tahun. Tiga tahun sebelumnya, sang ayah lebih dahulu pergi. ”Hari itu saya bolos sekolah. Ibu minta ditemani dan diguntingin kuku. Setelah itu Ibu tidur di pangkuan saya. Tidak bangun lagi,” kenang Anty.

Hidupnya berubah total sejak hari itu. ”Saya hanya bisa menangis. Tamu banyak sekali yang datang. Beberapa hari kemudian saya dibawa keluar rumah oleh saudara yang tadinya saya pikir akan mengadopsi dan merawat saya. Saya tidak membawa apa-apa, hanya dengan baju di badan. Saya ternyata dibawa ke panti asuhan di daerah Pamulang, Pondok Cabe. Saya ditinggal di sana, tanpa bekal apa pun,” kenang Anty.

Anty yang biasa hidup berlimpah, dilayani banyak pembantu, sangat dimanja dan dituruti semua keinginannya, kemudian menjadi anak yatim piatu di panti asuhan yang harus mengurus semuanya sendirian. ”Rumah saya dulu besar di daerah Pakubuwono, Kebayoran Baru, dan Pejompongan, sementara di panti asuhan saya tidur beralas tanah. Di rumah, baju saya sangat banyak, tapi di panti saya hanya punya baju yang saya kenakan. Makan juga tidak gampang. Sementara dulu saya kalau makan sering tidak habis,” ujarnya mengenang masa-masa sulit di panti asuhan.

Awalnya, malam demi malam di panti asuhan diisi tangis. Apalagi ia juga tidak tahu ke mana harus menghubungi beberapa kakaknya yang sudah lebih dulu diadopsi. Sampai akhirnya, di usia yang masih belia itu ia membuat keputusan penting: ia harus melupakan masa lalunya, harus meneruskan sekolah dan menjadi yang terbaik. Karena hanya itu cara untuk bertahan hidup.

Anty yang dikaruniai otak encer lulus sekolah dasar dengan mudah, diterima di SMP dengan beasiswa, begitu juga ketika masuk SMA. Ia selalu menjadi yang terbaik, selalu juara satu. ”Yang mendorong saya untuk menjadi juara adalah cemoohan orang. Saya ingin menunjukkan kepada semua orang, ’biarpun gue yatim tapi gue bisa’,” lanjutnya. Bukan hanya itu, dengan menjadi juara satu, guru-gurunya mengizinkannya mengambil rapor sendiri tanpa perlu dihadiri ”orangtua”.

”Saat pembagian rapor selalu menjadi saat-saat yang membuat saya ingin menangis. Alangkah bahagianya jika saya punya orangtua dan menerima rapor saya dengan bangga,” kata Anty.

Keluarga di Jepang

Ketika duduk di kelas I SMA, Anty yang sewaktu kecil pernah dijanjikan ibunya akan disekolahkan ke luar negeri itu mencoba mengikuti kompetisi beasiswa TMG (Tokyo Metropolitan Government) yang proses seleksinya sangat ketat. Berkat kemampuan bahasa Inggrisnya yang baik—karena semasa hidupnya sang ibu sering mengajaknya bercakap-cakap dalam bahasa Inggris—Anty terpilih di antara ribuan peserta tes dan bisa masuk sekolah swasta terbaik di Jepang, Aoyama Gakuin, pada tahun 1994.

”Sewaktu pesawat mendarat di Bandara Narita (Jepang), saya langsung sujud syukur dan menangis. Saya bilang, Mama anakmu berhasil ke luar negeri.”

Di negeri ini pula Anty bisa merasakan kehangatan sebuah keluarga. Ia tinggal bersama orangtua angkat, Kanji Iwabuchi (62) dan Mariko Iwabuchi (58), yang memiliki tiga anak, Tomoko Ikeda (35), Kantaro Iwabuchi (31), dan Sintoro Iwabuchi (37).
”Tuhan sangat baik mempertemukan saya dengan keluarga ini. Saya menganggap merekalah orangtua saya. Mereka sangat sayang kepada saya,” kata Anty.

Dengan limpahan kasih sayang dari keluarga Iwabuchi, talenta Anty makin berkembang. Ia bisa menguasai bahasa Jepang, baik lisan maupun tulisan, hanya dalam waktu yang tergolong singkat. ”Sewaktu berangkat ke Jepang, saya tidak punya bekal bahasa Jepang. Tapi di sana saya memaksakan diri untuk bicara hanya dalam bahasa Jepang. Saya rajin mendengarkan berita di radio dan belajar dari buku tata bahasa dasar milik Sintoro.”

Ketekunannya ini bukan saja membawanya menjadi pelajar berprestasi di Jepang, melainkan juga membuatnya berhasil menembus Aoyama Gaukin University Jurusan Fisika. ”Saya sempat kuliah satu tahun. Ayah saya (Iwabuchi) ingin agar saya menyelesaikan kuliah di Jepang. Tapi Depdikbud meminta saya pulang ke Indonesia karena izin beasiswa saya hanya dua tahun,” lanjutnya.

Kembali di Indonesia, Anty diterima di Sekolah Tinggi Telkom Jurusan Teknik Industri, yang sengaja dipilihnya agar bisa cepat bekerja. Ia lulus dengan memborong tiga gelar sekaligus, yaitu termuda, tercepat, dan terbaik. ”Saya ingat nama saya dipanggil tiga kali untuk menerima penghargaan.”

Pintu karier pun terbuka luas. Ia membangun karier dari bawah dan kini sampai pada posisi tinggi di sebuah perusahaan asuransi. Dunia asuransi membuka matanya tentang pentingnya rasa aman dan pentingnya bersiap menghadapi hal terburuk. Pengalaman hidupnya membuahkan pelajaran penting: warisan harus jatuh ke tangan yang berhak.

”Asuransi itu penting untuk anak-anak yang ditinggal orangtuanya. Saya tidak ingin masa lalu saya terjadi pada anak-anak saya. Dengan asuransi, saya tidak akan khawatir mereka kesulitan makan seandainya saya meninggal,” kata Anty yang dikaruniai tiga anak.

Di titik puncak, Anty kini bisa menengok ke belakang. Adakah perjalanan hidup yang disesalinya? ”Tidak ada,” katanya. ”Uang bukanlah segalanya. Tanpa cobaan itu, saya tidak akan seperti sekarang.”

KOMPAS.COM


Zhao Bowen, Drop Out SMA yang Pimpin Riset DNA Orang Genius








Zhao Bowen (21) adalah pemuda yang genius. Saking geniusnya, pelajaran-pelajaran di SMA membuatnya bosan. Zhao pun drop out dari SMA elite dan favorit di Beijing, China. Kini, dia menjadi direktur lembaga riset sekaligus memimpin riset yang membedah-bedah DNA orang-orang genius sepertinya!

Zhao memutuskan untuk keluar dari SMA elite yang terafiliasi dengan Universitas Renmin China saat tahun ketiga di tahun 2009 lalu. Padahal sebentar lagi, ujian masuk universitas di depan mata. Namun kesempatan itu malah ditinggalkan Zhao karena lebih memilih bergabung ke Beijing Genomic Institute (BGI) di Shenzhen, pusat penelitian genetik dan bioinformatik terbesar di China.

Zhao, yang dijuluki Bill Gates dari China ini awalnya mengikuti berbagai magang di BGI. Pemimpin BGI, Li Yingrui, awalnya tak terlalu memperhatikan bocah SMA ini. Suatu saat, Li memberikan tugas pemrograman ke Zhao. Tugas ini sebelumnya membingungkan 1.000 peneliti berbakat yang ada di lembaga riset itu. Tugas pemrograman itu bak puzzle yang besar bagi tim risetnya, namun Zhao mampu menyelesaikannya dengan waktu kurang dari sehari!

Sejak itu, Li membujuk Zhao untuk meneliti di BGI. Zhao pun terinspirasi dan mengubah pikirannya hingga kemudian keluar di penghujung masa sekolah.

"Saya ingin membuat waktu saya penuh dengan melakukan apa yang saya paling ingin lakukan daripada mengikuti persiapan ujian masuk universitas," kata Zhao seperti dikutip Beijing Review.

Keputusan ini mengkhawatirkan orang tuanya, namun Zhao meyakinkan bahwa dia akan melanjutkan belajar.

"Kalau saya masuk universitas dan kemudian belajar di luar negeri, saya hanya akan menjadi lulusan biasa setelah 5 tahun. Namun saya bisa belajar hal-hal luar biasa di BGI ini dan mengumpulkan pengalaman luar biasa selama 5 tahun," kata Zhao.
Orangtuanya lantas berbalik mendukung pilihan Zhao. Zhao mengerti benar risiko tak melanjutkan sekolah tapi atasannya, Wang Jian, mengingatkannya bahkan Bill Gates dan Steve Jobs pun DO dari kampusnya.

"Saya tidak anti belajar di universitas. Universitas adalah tempat yang berbeda dengan SMA, di mana Anda belajar sesuai dengan minat Anda," jelas Zhao.

BGI tempat risetnya sekarang, juga menjalin kerjasama dengan berbagai universitas. Dari sini dia mendapat berbagai rekomendasi untuk melanjutkan sekolah di universitas. Banyak universitas menerimanya plus memberikan beasiswa kepadanya.

Zhao sepakat melanjutkan sekolah namun dia meminta pihak kampus agar dirinya tak didorong untuk meraih gelar sarjana melainkan hanya belajar kursus-kursus singkat yang dia pilih. Pihak kampus pun menerima syaratnya dan tetap memberikan beasiswa.

Dalam situs BGI disebutkan bahwa sebelumnya Zhao magang sebagai peneliti yang meneliti rentetan DNA timun. Lama-lama, Zhao tertarik mempelajari DNA orang-orang berkecerdasan di atas rata-rata yang memiliki IQ tinggi seperti dirinya pada 2010.

"Kami ingin tahu dasar genetik dari IQ," kata Zhao seperti dilansir dari technologyreview.com.

Dia memiliki hipotesa bahwa kecerdasan manusia 40-80 persen tidak bisa diturunkan. Zhao ingin tahu gen mana yang bertanggung jawab dalam kecerdasan manusia yang dia sebut 'kemampuan kognitif tinggi'.
Di BGI riset ini dipimpin oleh Zhao. Dalam tim ini Zhao memimpin lebih dari 20 peneliti baik dari China maupun luar negeri yang ahli di bidang matematika, fisika dan psikologi yang mencari tahu bagaimana gen mempengaruhi perbedaan intelektual manusia.

Timnya meneliti urutan DNA lebih dari 2 ribu orang ber-IQ tinggi 145 ke atas dan membandingkannya dengan gen dari orang yang ber-IQ rata-rata. Dalam riset ini, Zhao dan timnya membedah, mencari dan kemudian menentukan beberapa variasi DNA dalam ribuan gen yang bertanggung jawab pada kecerdasan yang tak bisa diturunkan. BGI memiliki fasilitas komputasi dan laboratorium lengkap dan SDM mumpuni untuk mengolah data yang dikumpulkan tim Zhao.

"Kami dikendalikan data, bukan dikendalikan hipotesis," imbuh Zhao.

Dalam situs BGI, Zhao bukan peneliti biasa. Dia disebutkan menjadi direktur penelitian bioinformatika. Bisa pula dilihat Zhao adalah satu-satunya peneliti termuda, yang protolan SMA sementara lainnya bergelar PhD atau bahkan profesor.

Zhao tak hanya bertanggung jawab pada penelitian ilmiah melainkan juga mengurus urusan administrasi seperti meneken kontrak dengan rekanan atau berhubungan dengan lembaga pemerintah. Karena lembaga riset ini memiliki cabang di seluruh dunia, dia harus mengkoordinasikan proyek-proyek penelitian yang diadakan BGI.

Dia juga mengatur rapat regular jarak jauh melalui internet untuk memastikan timnya fokus pada penelitian. Kendati memimpin banyak peneliti senior, namun Zhao tidak tertekan. Dia juga sesekali seperti anak muda lainnya, nonton konser metal.

"Alasan mengapa mereka menuruti perintah saya adalah bahwa saya yang memegang uangnya. Semua dana penelitian di bawah kontrol saya," kata Zhao dengan bercanda.





 Nograhany Widhi K - detikNews