Pages

Senin, 08 Juni 2015

Renungan bagi orang tua


Cukup menarik, ketika mengamati soal-soal tes ujian santri di kelas usia antara 8 sampai 11 tahun di sebuah Ma'had Ahlussunnah.

Di antara soal-soal aqidah:

Untuk apa kita diciptakan ?
Apa makna tauhid ?
Apa makna syirik ?
Apa makna ibadah ?
Apa makna laailahaillalla
h ?


Sedangkan soal-soal fikih:

Apa makna istijmar ?
Sebutkan adab-adab buang hajat !
Sebutkan rukun-rukun wudhu !
Sebutkan syarat-syarat shalat !


Belum lagi soal-soal bahasa arab, sirah nabi, adab, doa-doa, akhlak, tajwid dan yang lainnya.

Cukup menarik. Anak sekecil mereka tengah dibimbing untuk menjadi anak yang shalih.
Lantunan ayat-ayat Al Qur'an dan untaian sabda nabi setiap harinya mereka hafal.
Mushaf Al Qur'an, kitab Arbain Nawawi atau Umdatul Ahkam menjadi target hafal mereka.
Subhanallah, Allahu Akbar..

Tak terasa, hati menerawang haru jika mengingat mereka. Fenomena yang membahagiakan. Tapi di tempat lain, yang jauh dari lingkungan belajar di ma'had, di saat yang sama, anak-anak seumuran mereka tengah asyik dengan game on line-nya. Ponsel smart phone telah menggantikan kedudukan mushaf dan kitab. Allahu musta'an..
Sungguh tega..

Mereka demikian karena kedua orang tuanya. Mereka jadi korban. Ya, jadi korban. Dikarenakan kedua orang tuanya tidak mau berkorban. Kesempatan belajar ilmu syar'i kandar dihempas 'kekhawatiran' kedua orang tuanya. Bayang-bayang takut kehilangan pekerjaan.. Khawatir kenyamanan hidup terganggu..Terlanjur sudah punya rumah..
nanti gimana.. nanti gimana.. Dan alasan-alasan lainnya telah menjadi sebab sang anak menjadi korban 'gara-gara' orang tuanya engan berkorban.

Anak pun kehilangan masa-masa emasnya untuk menuntut ilmu syar'i, pasti.
Seakan episode buram masa-masa jahil kedua orang tua ingin diputar kembali.
Episode sekolah dasar, menengah dan atas.

Dahulu orang tuanya lah yang jadi pemeran. Sekarang anak-anaknya lah yang jadi pemeran. Hingga nanti pada saatnya.. Ketika anak-anak yang dilalaikan dari agamanya, menjadi petaka bagi kedua orang tuanya sendiri. 'Sad ending' menjadi akhir dari episode ini.

Nas'alullaha salamah wal 'afiyah.
Berkata Abu Hilal al Askari rahimahullah:

"Barang siapa yang dianugerahi seorang anak, maka bersungguh-sungguhlah (ketika menemani hidup) bersamanya. Dan membimbingnya dari belakang (memotivasi).
Sudah semestinya untuk membiasakan diri anak tuk senantiasa bersih dan thaharah (bersuci) di masa kecilnya. Juga memberikan kepadanya wawasan tentang adab.
Jika telah sampai umur 5 tahun, maka mulailah mereka untuk menghafal ilmu (Al Qur'an dan As Sunnah). Karena menghafal di masa kecil bagaikan mengukir di atas batu.
Jika seorang yang telah mencapai usia kanak-kanak, tapi pada dirinya tidak ada himmah (semangat) dan tekad kuat dalam mendapatkan ilmu, maka janganlah (berharap) sukses atas anak tersebut." (Al Hatstsu 'ala Hifzhil Ilmi 29. Dinukil dari Fadhlul Ilmi-Syaikh Sa'id Ruslan, hal. 343-344, cet. Darul Imam al Barbahari 2013).

Sekarang, tinggal kita yang menentukan. Maukah kita berkorban, atau anak kita yang jadi korban..





➖➖➖



 Amir Prasetio Abu Alifah