Cinta
sejati adalah cinta yang terus menghujam tertancap kuat, tidakkan kecut dengan
gelegar halilintar, tidakkan tergeser sejengkal tanah dengan air bah banjir dan
tidak mudah berterbangan dengan hujan badai. Ialah cinta sejati karena Allah,
mencintai seseorang karena ia mencintai Allah. Inilah cinta sejati, cinta yang
takkan lenyap, tetap berangkulan di dunia dan berlanjut bersanding di surga
akhirat tanpa gangguan cemburu bidadari.
Cinta sejati karena agama dan akhlaknya.
Jika kecantikan masa muda mulai melambaikan tangan, kekuatan tubuh mulai
melepas genggamannya, maka sebaliknya agama dan akhlak mulai semakin mendekap
erat dan cinta tetap bersemayam.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثٌ مَنْ
كُنَّ فِيهِ
وَجَدَ حَلاَوَةَ
الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَحَبَّ
إِلَيْهِ مِمَّا
سِوَاهُمَا، وَأَنْ
يُحِبَّ الْمَرْءَ
لاَ يُحِبُّهُ
إِلاَّ لِلَّهِ،
وَأَنْ يَكْرَهَ
أَنْ يَعُودَ
فِى الْكُفْرِ
كَمَا يَكْرَهُ
أَنْ يُقْذَفَ
فِى النَّارِ
“Tiga
hal, bila ketiganya ada pada diri seseorang, niscaya ia merasakan betapa
manisnya iman: Bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dibanding selain dari
keduanya, ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena
Allah, dan ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan
dirinya, bagaikan kebenciannya bila hendak diceburkan ke dalam kobaran api.”
(Muttafaqun ‘alaih)
Renungkan
ringkasan kisah berikut, maka cinta yang sesungguhnya bukan karena kecantikan,
harta dan kekayaan, tetapi cinta karena Allah.
Sahabat
Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu ketika bepergian ke Syam untuk
berdagang, di tengah jalan ia bertemu seorang wanita berbadan semampai, cantik
nan rupawan bernama Laila bintu Al Judi. Iapun jatuh cinta sampai tahap terkena
penyakit mabuk cinta. Ia sering menyebut-nyebut mama Laila dan mengarang
beberapa syair. Ia sejatinya merana karena cinta.
Khalifah
Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu merasa kasihan kepadanya. Kemudian umar
berkata kepada panglima perang yang akan berperang ke Syam,
إن ظفرت
بليلى بنت
الجودي عنوة
فادفعها الى
عبد الرحمن
بن أبي
بكر
“Jika
engkau menang dan mendapatkan Laila bintu Al-Judi sebagai tawanan (menjadi
budak), maka serahkanlah kepada Abdurrahman bin Abi Bakar”
فظفر بها
فدفعها الى
عبد الرحمن
وأعجب بها
وآثرها على
نسائه حتى
شكونه إلى
عائشة فعاتبته
على ذلك
ا
Kemudian
Laila bintu Al-Judi menjadi tawanan perang dan diserahkanlah kepada Abdurrahman
bin Abi Bakar, dan Abdurrahman bin Abi Bakar lebih mendahulukan (cintanya)
dibandingkan istri-istrinya yang lain. Istrinya yang lain mengadu kepada Aisyah
(saudara Abdurrahman bin Abi Bakar), tetapi teguran Aisyah dibalas olehnya,
Abdurrahman berkata,
والله كأني
أرشف بأنيابها
حب الرمان
“Demi
Allah, seakan-akan aku mengisap gigi-giginya yang bagaikan biji delima”(ia
sangat menikmmati kecantikan dan kemolekan Laila bintu Al-Judi)
Tak
lama kemudian Laila bintu Al-Judi tertimpa penyakit yang menyebabkan bibir
bawahnya terjatuh (wajahnya menjadi jelek), maka Abdurrahman sering berbuat
kasar kepadanya (tidak cinta lagi), kemudian Laila bintu Al-Judi mengadu kepada
Aisyah maka Aisyah berkata,
فقالت له
عائشة يا
عبد الرحمن
لقد أحببت
ليلى فأفرطت
وأبغضتها فأفرطت
فإما أن
تنصفها وإما
أن تجهزها
إلى أهله
“Wahai
Abdurrahman, dahulu engkau mencintai Laila dan berlebihan dalam mencintainya.
Sekarang engkau membencinya dan berlebihan dalam membencinya. Sekarang,
hendaknya engkau pilih: Engkau berlaku adil kepadanya atau engkau
mengembalikannya kepada keluarganya. Karena didesak oleh saudarinya demikian,
maka akhirnya Abdurrahmanpun memulangkan Laila kepada keluarganya. (Tarikh
Damaskus 35/34 oleh Ibnu ‘Asakir, Darul Fikr, Beirut, 1419 H, Asy-Syamilah)
Catatan:
Seperti inilah akhir cinta hanya karena
kecantikan saja, maka perhatikanlah wahai para wanita apakah laki-laki
mencintaimu hanya karena kecantikan saja? Atau ia tertarik dengan agama dan
akhlakmu?
Penyusun:
Raehanul Bahraen
Artikel
www.muslimah.or.id